Sebelum para peneliti menemukan adanya black hole, ternyata Al Quran telah mengungkap kejadiannya ratusan tahun yang lalu. Allah berfirman yang makna harfiahnya sebagai berikut, ‘Maka aku bersumpah dengan khunnas, yang berjalan lagi menyapu.’ (at-Takwir: 15-16)

“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.””

"Neraka mempunyai tujuh pintu, untuk masing-masing pintu di huni (sekelompok pendosa yang ditentukan)" (Qs al Hijr :44). Umatku yang mengikuti hawa nafsunya dan tidak memelihara sholat, dan azab ini tidak seberapa bila dibandingkan dengan azab-azab yang lainya.

Seorang ibu yang disakiti oleh anaknya mengirimkan surat pada anaknya. Suatu kisah yang mengharukan , Ibu yang selalu menyayangi anaknya apapun yang dilakukan anaknya terhadapnya. Teladanilah kisah ini...

Blackhole Dalam Quran Muslimah Cantik Bermahkota Rasa Malu 7 Pintu Masuk Neraka Surat dari Ibu

Hadith

Dari Anas radhiallahu'anhu dari Nabi shollalllahu 'alahi wa sallam di dalam menceriterakan apa yang difirmankan oleh Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Agung, di mana Allah berfirman: "Bila seseorang itu mendekat kepada-Ku sejengkal maka Aku mendekat kepadanya sehasta, bila ia mendekat kepada-Ku sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa, dan apabila ia datang kepada-Ku dengan berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari". (Riwayat Bukhari).

Dari Ibnu `Abbas radhiallahu'anhu berkata, Rasulullah shollalllahu 'alahi wa sallam bersabda: "Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu karenanya yaitu kesehatan dan kesempatan". (Riwayat Bukhari).


Untuk Bunda dan Ayah Tercinta.

Bundaku…,
Kutahu Bunda merasa bingung dan heran dengan suratku ini,
karena tak biasanya anakmu ini menulis surat untuk Bunda.
Bahkan untuk sekedar menyapa Bunda dengan hangat.
Bunda pasti lebih mengenal sifatku daripada diriku sendiri.
Anakmu telah tersalah kepada Bunda, dalam kesuksesan dan keberhasilanku…
seharusnya Bundalah yang pertama kali merasakannya bersamaku.
Seharusnya tak ada yang bisa gantikan Bunda dalam hatiku.
Seharusnya anakmu ini datang dan bersujud di bawah kakimu.
Memohonkan ampun kepada Bunda dan meminta do’a kepada Bunda agar anakmu ini selamat dunia akhirat.

Bunda maafkanlah, karena anakmu telah sering melupakanmu.
Terlalu sering melupakanmu, di masa tuamu.
Bahkan ia lupa untuk hanya menanyakan bagaimana kabar Bunda hari ini?.
Bahkan ia tak sempat bepikir apakah Bundanya baik-baik saja?
Apa yang dilakukan Bundanya, saat ia tersenyum bahagia?
Bagaimana keadaan Bundanya, di saat dia tertawa girang?…
Yang ia pikirkan hanyalah dirinya sendiri.
Dengan segala kesibukannya.
Dengan segala alasan hidupnya.
Dengan semua argumen kenaifannya.

Bundaku…
Kenakalan anakmu ini dulu pasti telah pernah membuat bunda menggeleng-gelengkan kepala.
Membuat Bunda mengurut dada….
Membuat hati Bunda gundah dan gelisah…
Oleh kerenanya maafkanlah anakmu ini yang tak tahu caranya berterimakasih.
Yang tak mengerti bagaimana bersyukur.
Yang bibirnya tak mampu untuk mengatakan bahwa ia begitu mencintai dan menyayangimu.
Karena ia sungguh merasa sombong dengan ‘keakuan’ dirinya.
Karena ia merasa enggan untuk sekedar berucap terimakasih dan bersyukur atas segala pengorbananmu.
Karena ia tak tahu bagaimana berbakti kepadamu…
Bahkan ia sering lupa mendo’akanmu dalam setiap munajatnya.
Wahai Bunda maafkanlah anakmu ini karena ia hanya manusia bodoh dan lemah.

Sungguh Bundaku…
Anakmu ini bagai lupa untuk bersyukur karena telah dibesarkan oleh seorang Bunda yang sangat penyayang dan penyabar.
Aku tahu…
Dalam setiap sujud-sujud Bunda, Bunda selalu mendo’akanku..
Jauh sebelum kelahiranku…,
Bunda selalu melantunkan ayat-ayat suci dan berdo’a agar kelak aku menjadi anak yang shalih.

Bunda…
Berjuta kata maaf dari anakmu ini tak akan pernah mampu menghapus kesedihan dan penyesalannya.
Dan Bunda…
Beratus-ratus juta kata terimakasih….
sungguh tak akan cukup untuk sekedar membalas setetes kasih sayangmu.
Sungguh wahai Bunda…
Jikalau anakmu hanya mengabdi dan mengurusi Bunda dalam sisa umurnya yang sedikit ini, ia tak akan pernah mampu menggantikan kasih sayang dan pengorbanan Bunda…
Meski ia tukarkan dengan segunung emas.
Atau.. permata seluas samudera, sungguh tak akan sanggup untuk ditukarkan dengan keridha’anmu…

Bunda…,
Saat ini anakmu hanya bisa sujud tersungkur berharap keridha’anmu…
Tak ada yang bisa gantikan… kala ingat akan pengorbanan Bunda disaat mengandung diriku. Dengan penuh kasih sayang Bunda menjaga diriku.
Memberikanku asupan makanan yang terbaik. Bunda berjalan dengan sangat hati-hati agar aku nyaman dalam perlindungan rahim Bunda.
Di malam yang dingin Bunda berjuang antara hidup dan mati hanya agar aku dapat melihat dunia.
Bahkan seketika segala rasa sakit ketika melahirkanku segera lenyap ketika mendengar tangis kehidupan pertamaku…
Bundalah yang pertama kali panik dan bersedih saat badanku panas dan jatuh sakit.
Bunda jugalah yang pertama kali bangun di tengah malam yang dingin dan sepi dalam keadaan yang payah setelah mengurusiku seharian.
Saat diriku hanya bisa menangis karena popokku basah atau aku haus.
Tanpa mengharapkan balas jasa, Bunda selalu menghibur dan menjaga diriku saat aku dalam sedih dan senang.
Bunda hanya tersenyum melihat kenakalan kecilku, di balik jubah Bundalah aku berlindung jika aku merasa malu atau takut.
Kadangkala aku pun masuk kedalam kerudung Bunda yang besar, bersembunyi di sana, mencari keamanan dan ketentraman dari kehidupan dunia yang keras…

Bunda…
Tak pernah ku melihat kesedihan, keluhan, penyesalan apalagi rasa bosan di matamu yang jernih meneduhkan.
Di sana yang kudapati hanyalah kasih sayang yang tak berujung.
Cinta yang tak berbatas.
Bagai mata air telaga yang jernih yang menjadi tempat bagi berbagai makhluk yang merindukan kedamaian.
Sungguh sebesar apapun amalan anakmu tak akan lebih berharga dibandingkan dengan keikhlasan dan kasih sayangmu yang tulus untuk mendidik dan membesarkanku.
Demi Allah yang jiwaku ada dalam genggaman tangan-Nya…
Jikalah seluruh harta yang ada di seluruh dunia ini ditawarkan kepada Bunda, tak mungkin Bunda mau menggantikan diriku ini di hati Bunda.
Bahkan ditukar dengan nyawaku pun tak akan sanggup untuk menunjukkan kebaktianku kepada Bunda.
Telah berjuta langkah yang Bunda tempuh.
Sudah habis ribuan jam yang Bunda lewati.
Semua telah Bunda persembahkan demi aku anakmu.
Telah Bunda lewati berbagai rintang dan halangan hanya demi aku.
Sungguh kasih yang Bunda berikan tak pernah putus…
Laksana udara yang terus mengalir merasuki tubuhku setiap hari.
Dan tak mungkin aku mampu membalasnya..


Bunda…
Masih ingatkah lagu yang selalu Bunda nyanyikan dulu di waktu aku masih dalam buaian Bunda?
Lagu yang mengalir indah dengan suara merdu Bunda…
Lagu yang syairnya tak akan pernah  aku lupa..
Lagu tentang bakti kepada Ayah dan Bunda…
Bunda sangat mengerti diriku…
Bunda ajarkan berbagai kewajiban terhadap Allah dan Rasul-Nya serta Islam yang sempurna melalui lagu-lagu agar aku senang dan mudah memahaminya.
Dulu aku hanya mendengarkannya dari alunan suara merdu bunda hingga aku tertidur.. tapi sekarang aku paham.
Dan setiap kali aku rindu kepada Bunda dan Ayah, lagu itu aku nyanyikan.
Dan setiap kali itu juga tak henti-hentinya air mata ini mengalir… terkenang perngorbanan Bunda dan Ayah….
biarkanlah sekali lagi memori itu aku putar… mendengarkan Bunda bersenandung untukku…


“Hari…
Panas manggantang…
Tangah hari manggantang, panasnya manggantang…
Asa rakai tulang iga sampai ka pinggang..
Mangilik nanang, galuh caramin matanya..
Uma batulak mancariakan rajakinya..
Guntur… Kilat basambut…
Hujan labat arus daras wan galumbangnya…
Awak basah kadinginan di tangah sungai…
Abah malunta mancariakan rajakinya…
Umaa…
mun bulih sakit uma kugantiakan lawan sagala amalanku…
Abaah..
mun bulih paluh abah kugantiakan lawan sagala pahalaku…
Uma ratu-ai…
Abah raja-ai..

Yaa Allah..
Yaa Rabbi…
Kucium batis uma nang manyayangi…
Kucium tangan abah nang malindungi…
Ampuniakan dosa uma wan abahku….
Yaa Allah..
Yaa Rabbi…
Rabbighfirli waliwalidaiya…
Warhamhuma kama rabbayani shaghira…
Ampuniakan dosa uma wan abahku….
Ampuniakan dosa umaku… wan abah…


Sungguh saat ini yang ingin kulakukan hanyalah mendekap dan menangis di pangkuan Bunda sampai aku terlelap seperti masa kecilku dulu, mendengarkan lantunan do’a-do’a Bunda yang merasuki sekujur tubuhku….

Ketika do’a-do’a itu Bunda panjatkan dengan ketulusan hati Bunda yang lembut maka bergoncanglah Arsy Allah … dan malaikat-malaikatpun terharu dan mengamininya.

Bunda…
Akupun akan selalu berdo’a dalam sujudku yang panjang di malam hari… agar Allah selalu mengasihi dan menjaga Bunda serta Ayah, sebagaimana Bunda dan Ayah selalu mengasihi dan menjagaku selagi kecil.
Do’a itupun akan didengar oleh Allah.

Allah Yang Maha Penyayang dan dengan janji-Nya Ia akan mengabulkannya.
Bunda ijinkanku menangis dalam dekapan kasih sayangmu… 

Yogyakarta,
Untuk Bunda dan Ayah

Persembahan dari Fauzan Al Banjari




from the book: "Bunda Ijinkan Ku Cium Kening-Mu"
Penulis: Fauzan Al Banjari
Pengantar : Ustadz Muhammad Ismail Yusanto
Editor : Supriyanto Pasir, S.Ag. M.A
Ukuran: 14,5 x 21 cm
Jumlah Hal : 184 hal
Harga Normal:Rp. 36.000,-

tertarik memiliki bukunya 
Silahkan hub (sms) ke 0274-7014355.



Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...
 Ajak teman-teman anda untuk bergabung di

fans page Media Islam Online

grup Media Islam Online

twitter Media Islam Online

Share this post:

Digg it StumbleUpon del.icio.us Google Yahoo! reddit

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright 2010 The Brave Syuhada