Sebelum para peneliti menemukan adanya black hole, ternyata Al Quran telah mengungkap kejadiannya ratusan tahun yang lalu. Allah berfirman yang makna harfiahnya sebagai berikut, ‘Maka aku bersumpah dengan khunnas, yang berjalan lagi menyapu.’ (at-Takwir: 15-16)

4 komentar:
maaf, bolehkah saya minta penjelasan yang no.3 lebih detail? syukron
pengertian ikhtilath secara bahasa adalah bercampurnya dua
hal atau lebih. Ikhtilath dalam pengertian syar’i maksudnya
bercampur-baurnya perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim di sebuah
momen dan forum yang tidak dibenarkan oleh Islam.
Imam Abu Daud meriwayatkan,
عَنْ حَمْزَةَ بْنِ أَبِي أُسَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ
سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
وَهُوَ خَارِجٌ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ
فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ
تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ فَكَانَتْ
الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا
لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ
Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshari bahwa ia mendengar Rasulullah saw
keluar rumah dari masjid. Tiba-tiba orang laki-laki dan wanita
berkumpul di jalanan. Rasulullah saw berkata kepada para wanita itu,
“Agar wanita di belakang saja, kalian tidak boleh berada di
tengah-tengah jalan (ketika ada laki-laki) dan hendaknya kalian di
pinggiran jalan.” Serta merta ada wanita yang merapat ke dinding
(rumah) sampai-sampai pakaiannya tersangkut ke dinding itu karena
terlalu nempel.” (Abu Daud).
Al-Qur’an memberikan arahan kepada wanita bagaimana seharusnya mereka
bersikap, bersuara dan bergaul dengan lawan jenisnya. Allah berfirman,
“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang
lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj seperti tabarrujnya orang-orang jahiliyah yang terdahulu. Dirikan shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah hanyalah menginginkan untuk menghilangkan kotoran dosa dari kalian wahai ahlul bait (Rasulullah) dan mensucikan kalian dengan sesuci-sucinya.” (QS. Al Ahzab: 33)
“Katakanlah kepada kaum mukminin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengkhabarkan terhadap apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanita mukminah, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka serta tidak menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya dan hendaklah mereka mengulurkan kerudung mereka di atas dada mereka.” (QS. An Nur: 30-31)
Allah memerintahkan Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan kepada kaum mukminin dan mukminat agar mereka senantiasa menundukkan pandangan mata dan menjaga kemaluan dari berzina. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan perkara ini lebih suci bagi mereka. Dimaklumi bahwa memelihara kemaluan dari perbuatan keji hanyalah dapat ditempuh dengan menjauhi perantara-perantaranya. Sementara membebaskan pandangan mata, bercampurnya wanita dengan lelaki dan lelaki dengan wanita di lapangan kerja dan selainnya merupakan perantara terbesar jatuhnya seseorang kepada perbuatan keji. Mustahil seseorang bisa menjalankan dua perkara yang dituntut darinya ini (menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan dari berzina) bila ia bekerja bersama wanita yang bukan mahramnya sebagai rekan atau sekutu dalam perkerjaan. Dengan demikian, terjunnya wanita di medan ini bersama laki-laki dan terjunnya laki-laki di medan ini bersama wanita termasuk perkara yang dengannya mustahil bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, dan mustahil akan tercapai kesucian dan kebersihan hati.” (“Al Hijab was Sufur fil Kitâb was Sunnah“, hal. 24)
Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu bertutur dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Hati-hati kalian masuk ke tempat wanita.” Berkata seseorang dari kalangan Anshar, “Bagaimana pendapatmu dengan ipar?” “Ipar itu kematian,” jawab beliau. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengkabarkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sekali-kali tidak boleh salah seorang dari kalian bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali bila wanita itu bersama mahramnya.”
Berdirilah seseorang laki-laki seraya berkata: “Wahai Rasulullah, istriku akan keluar melaksanakan haji sementara aku telah tercatat untuk ikut perang ini dan itu. Rasulullah bersabda:”Kembalilah dan berhajilah bersama istrimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu`anhuma mengisahkan bahwa beberapa orang laki-laki dari Bani Hasyim masuk ke rumah Asma bintu Umais. Lalu masuk pula Abu Bakr Ash Shiddiq, suaminya. Abu Bakr tidak senang dengan keberadaan mereka di dalam rumahnya. Lalu menceritakan kejadian tersebut kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, setelahnya ia berkata: “Aku tidak melihat kecuali kebaikan.” Bersabdalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh Allah mensucikannya (Asma bintu Umais) dari perbuatan keji.” Kemudian beliau berdiri di atas mimbar, seraya berkhutbah:
“Setelah hariku ini, tidak boleh seorang pun masuk ke rumah wanita yang suaminya sedang tidak ada (pergi) kecuali bila bersamanya ada seorang atau dua orang laki-laki.” (HR. Muslim)
Di rumah Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang waria (banci). Lalu si banci ini berkata kepada saudaranya Ummu Salamah, Abdullah bin Abi Umayyah, “Bila besok Allah menangkan Thaif atas kalian, akan kutunjukkan kepadamu putrinya Ghailan, karena ia menghadap dengan empat dan membelakang dengan delapan (yakni montok).” Mendengar hal tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak boleh sama sekali orang banci ini masuk ke tempat kalian lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah menjadikan kalian sebagai khalifah (pengatur) di atasnya, hingga Ia melihat bagaimana kalian beramal. Karena itu takutlah kalian kepada dunia dan berhati-hati terhadap wanita karena awal fitnah yang menimpa Bani Isra’il adalah pada wanitanya.” (HR. Muslim)
Posting Komentar